Minggu, 29 Januari 2017

Kolabora(k)si



Ini adalah tulisan tentang tiga komunitas yang mencoba menyatukan pikiran untuk membuat suatu aksi/kegiatan nyata meskipun sederhana. Ketiga komunitas itu adalah Taman Baca Pelita (TBP), Peduliku dan Sahabat Indonesia Berbagi regional Palu (SIGi Palu). Akhir tahun lalu, tepatnya bulan Desember 2016, kami (tiga komunitas) merencanakan untuk melakukan kegiatan kolaborasi di salah satu tempat di Kota Palu. Setiap komunitas telah siap dengan kegiatannya masing-masing. TBP fokus pada ajakan untuk gemar membaca. Peduliku, yang sama seperti namanya, mengajak untuk peduli kepada lingkungan, dan SIGi Palu fokus ke kamu #ehh ^^ (Untuk lebih jelasnya, silahkan baca tulisan-tulisan terdahulu saya tentang SIGi Palu).

Tidak seperti kegiatan SIGi Palu sebelumnya yang hanya dilaksanakan satu hari, kegiatan kali ini dibuat bertahap, yakni setiap hari minggu sore di bulan Januari 2017. Tujuannya adalah agar kami bisa melakukan “pendekatan” terlebih dahulu dengan warga, khususnya adik-adik di sana (Sebab pendekatan juga butuh waktu #halah #apasih) dan beberapa kegiatan yang telah diagendakan (meskipun beberapa tidak sesuai dengan rencana awal karena satu dan lain hal ^^) bisa dilakukan secara kontinu.

Bergerak bersama memang selalu menyenangkan. Teman baru, pengalaman baru, cerita baru, dan semangat saling mengingatkan untuk terus bergerak bersama-sama selalu terjalin. Meskipun setiap komunitas punya kegiatan masing-masing, tetapi setiap individu dari kami berusaha untuk terlibat disetiap kegiatan yang dilaksanakan. Kami memang datang dari komunitas berbeda, namun saat berada di sana kami tidak lagi membawa bendera komunitas kami, tapi berbaur untuk melakukan sesuatu dan berharap bisa bermanfaat untuk adik-adik di sana.

Kami beruntung karena diterima dengan baik di sana. Pak RT ikut terlibat langsung membantu kami khususnya menghandled adik-adik yang sungguh di luar kendali kami. Sebab  mengatur adik-adik yang lumayan banyak dan super aktif, yang volume suaranya melebihi suara kami, yang hanya untuk membuat mereka diam dan tertib pun butuh beberapa menit, sungguhlah tidak mudah. Namanya juga anak-anak #Hehehe

Buku-buku ramah anak menjadi pemandangan diawal pertemuan kegiatan kami. Adik-adik asik membaca, yang belum bisa membaca dibantu oleh teman-teman lain. Ada juga yang terlihat sibuk mewarnai kertas berpola. Teman-teman yang punya keahlian merajut, turut menurunkan ilmu mereka kepada beberapa adik-adik yang saat itu tertarik memegang jarum dan benang wol. Kegiatan berlanjut diminggu-minggu berikutnya. Mulai dari belajar mengenal huruf, membaca buku hingga meminjamnya untuk dibawa pulang. Mulai dari menyapu halaman, membersihkan saluran air sampai menanam bunga. Mulai dari makan pisang goreng bersama sampai bagi-bagi alat tulis. Sungguh pengalaman berharga bisa berada di tengah teman-teman yang keren dan adik-adik yang bersemangat.

Oy, Saat membagikan alat tulis kepada adik-adik, kehebohan terjadi lagi. Sekadar saran, sebelum membagikan, pastikan dulu jumlah alat tulisnya cukup untuk dibagikan kepada semua adik-adik. Yang terjadi saat itu adalah alat tulisnya sudah habis dibagikan, tetapi adik-adik lain baru berdatangan, alhasil ada yang tidak kebagian (Kami tidak tahu jumlah pasti adik-adik di sana, sebab setiap minggu ada saja yang datang, yang entah dari mana, hehe ^^). Alat tulis telah dibagi, saya ingat masih ada beberapa penghapus dan rautan. Sayapun berinisiatif untuk menjadikannya “hadiah” bagi adik-adik yang bisa menjawab pertanyaan (berhubung jumlahya tidak cukup untuk dibagikan satu persatu). Inilah saat-saat yang butuh energi ekstra. Meski sudah buat perjanjian di awal, yakni yang bisa menjawab yang akan dapat hadiah, tapi pada akhirnya mereka semua mulai merengek meminta, membandingkan dirinya yang tidak dapat hadiah dengan temannya, menarik-narik baju, sampai mengelilingi saya “Huaaaaa…” “Waduhhhh…” “Sudah habis dek…” Mungkin kami yang awalnya kurang tegas, atau memang adik-adik kami di sana yang sangat luar biasa ^^. Jika menghadapi situasi seperti itu, yakinkan terlebih dahulu pada diri kalian kalau adik-adiknya bisa kalian kontrol dan kalian bisa memberi penjelasan bahwa yang menerima hadiah hanya untuk mereka yang bisa menjawab pertanyaan, maka bagikanlah. Tapi jika tidak, sebaiknya disampan saja dan bagikan saat kalian merasa jumlahnya sudah cukup untuk dibagikan ke semuanya. S E M U A. *sekali lagi, ini tidak berlaku umum, hanya terjadi pada kondisi tertentu*

Hari ini tepat di pengunjung bulan Januari 2017. Saya tahu, saya tidak maksimal dikegiatan kali ini, (Maafkan saya yang sok sibuk ini). Salut buat teman-teman yang tetap berkolabora(k)si dan konsisten berbagi untuk adik-adik di sana hingga akhir. Walaupun rencana kami kegiatan ini hanya berlangsung di bulan Januari. Tapi saat akan berpamitan pulang pada Pak RT, tetiba si bapak bertanya, “Jadi, kapan ke sini lagi nak?”. Kalau ditanya seperti ini, apa yang akan kalian jawab? Saya pribadi, tidak akan tega menolak ajakan bapak yang dengan hangat telah menerima kami selama ini. Meski kegiatan yang dijadwal telah selesai, sepertinya ini belum akan berakhir.

Terima kasih kolabora(k)sinya teman-teman. Kapan kita kolabora(k)si lagi?!

-Berusahalah! Tidak untuk menjadi menusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.” – Einstein-


Palu, 29 Januari 2017.

Selasa, 03 Januari 2017

Memantaskan diri




Kita hidup di dunia ini dengan segala predikat yang kita sandang. Mulai dari hal-hal yang baik, hingga yang ingin terlihat baik. Mungkin juga yang kurang baik, hingga yang tak ingin diketahui orang lain.

Berbicara memantasakan diri, kita sering keliru memaknainya. Kita hanya berlomba-lomba menjadi yang terbaik di depan seseorang agar kita dikatakan pantas untuknya. Menampilkan hal-hal baik yang kita lakukan di media sosial agar mendapat pengakuan orang banyak. Bahkan dengan lantang mengatakan segala yang dikerjakan orang lain itu benar atau salah tanpa merujuk dulu pada diri sendiri. Menjatuhkan banyak orang agar kita satu-satunya yang bisa disebut pantas untuk segala gelar yang baik-baik.

Memantaskan diri bukan hanya perkara menjadi baik di mata orang lain. Tapi perubahan menuju baik di hadapanNya. Hingga Allah memantaskan kita untuk takdir yang baik-baik, salah satunya berada di sekitar orang-orang yang kita sayangi.

Jangan tanyakan mengapa ada yang berubah dari sikap seorang teman, sahabat atau kaluarga kita. Tapi tanyakan pada diri kita, sudahkan kita memantaskan diri untuk menjadi seseorang yang selalu ada buat mereka di setiap keadaan.

Jangan menyalahkan guru, rekan kerja, bahkan pimpinan kita. Tapi sudahkah kita bertanya pada diri sendiri apakah kita pantas mereka hargai, jika saat di belakang mereka kita masih saja menceritakan keburukan mereka.

Semua perubahan yang baik-baik di mata manusia memang perlu, namun perubahan baik di hadapanNya jauh lebih penting. Maka perbaikilah niat setiap saat. Hingga takdir baik menghampiri kita. Namun ada yang jauh lebih penting dari itu, bersabar.

Memantaskan diri untuk segala yang datang pada kita. Memantaskan diri dari apa-apa yang telah kita punya. Dan memantaskan diri untuk cita-cita yang kita telah ikrarkan. Namun ada yang jauh lebih penting dari itu, berdoa.

Karena memantaskan diri tidak serta merta terjadi pada diri seseorang. Maka hargailah setiap proses perubahan yang menuju kepada kebaikan.

Karena memantaskan diri tidak serta merta dialamai oleh setiap orang, maka sebagai saudara yang baik, saling mengingatkanlah dengan cara-cara yang santun.

Karena memantaskan diri bukan sekadar untuk hambaNya, maka jangan terlalu dipikirkan kalimat-kalimat menjatuhkan dari orang-orang, bijaklah mendengar saran-saran.

Karena memantaskan diri bukan tentang nanti, tapi sekarang. Saat ini juga. Maka, ternyumlah, karena itu adalah tanda awal yang baik untuk memulai tahun ini. 

Selamat tahun baru 2017.

Semoga ditahun ini, semua yang baik-baik menghampiri kita dan yang kurang baik kita perbaiki bersama-sama -Inov-