Rabu, 15 Juni 2016

Melukis Harapan bagian 1

Ahad, 12 Juni 2016. Hari itu (mungkin) telah menjadi hari yang bersejarah bagi saya. Sebuah pencapaian yang dulunya saya anggap tidak mungkin telah menjadi satu ceklis pada salah satu impian saya tahun ini. Membuat SIGi Regional Palu.  Rasanya? tentu saja lega bercampur bahagia. Satu impian saya telah menjadi kenyataan. Tapi ini bukan menjadi alasan untuk saya sibuk merayakan dan lupa mengambiil pelajaran di balik tercapainya impian ini. Dan hal ini juga menjadi  langkah awal dari terwujudnya impian-impian saya yang lainnya -semoga-.  Hari ini izinkan saya merayakannya dengan bercerita (sedikit) panjang kali lebar di sini. Ada harapan semoga dengan tulisan ini, saya bisa menjadi semangat untuk terus bermimpi.

Masih pagi sekali, hp saya bergetar, tanda sebuah pesan baru masuk dengan nama pengirim yang tidak asing bagi saya. Ia menanyakan kabar kegiatan yang akan saya lakukan sore harinya. Saya menjawab dengan nada sedikit bercanda, bahwa semua persiapannya baik-baik saja, tidak sakit dan tak kurang satu apapun. Meskipun sebenarnya dia tahu bahwa di balik kata hahaha yang saya kirimkan padanya, ada tersembunyi kecemasan yang entah mengapa muncul pagi sekali. Mungkin  juga inilah sebab mengapa ia bertanya sepagi itu.

Pagi itu, rencana saya adalah menuntaskan hal-hal teknis yang masih tertunda semalam sebelumnya. Mengingat kembali keperluan-keperluan yang meski kecil, tapi bisa mengubah rasa kegiatan. Menyiapkan segala sesuatu yang sempat terlintas di kepala, karena terkadang ide-ide itu muncul di saat-saat tidak terduga -maka, siapkanlah catatan kecil baik di buku maupun di hp-  

Setelah menuntaskannya, saya teringat sisa donasi yang masih ada. Salah satu SIGiers Palu,  yang menjadi tempat saya meminta tolong untuk mengurusi donasi yang masuk, mengabari saya kalau ternyata donasi yang masuk terus berdatangan dan masih tersisa  -Alhamdulillah- Dan sesuai kesepakatan, semua sisa donasi akan digunakan untuk keperluan kegiatan dan panti asuhan tempat kegiatan berlangsung nantinya. 

Jadilah saya seorang menjemput donasi tersebut dan sempat ber"keliling" kota Palu untuk membeli sembako dan keperluan adik-adik panti asuhan. Tantangan pertama muncul saat ingin menambahkan alat tulis sebagai hadiah adik-adik. Beberapa toko buku yang biasanya saya kunjungi tutup. -Saya sampai lupa kalau hari itu, hari minggu- Sempat berkeliling mencari toko buku yang siapa tahu ada petugasnya yang juga lupa seperti saya dan membuka toko bukunya -hahaha-, tapi tetap saja hasilnya. nol besar. Swalayan menjadi titip perhentian saya. -ini sangat bisa menjadi pelajaran untuk ke depannya-

Sembako dan alat tulis tambahan sudah berpindah ke tangan saya. Saat berkemas-kemas persiapan ke panti asuhan, seorang kakak SIGier Palu menawarkan bantuan dari chatnya yang masuk ke hp saya. "Ada yang bisa saya bantu Nov? kabari yah"  Tentu saja saya dengan lantang langsung menjawab tidak. Bukan karena menolak niat baiknya, tapi saya sudah cukup sadar diri. Sebab kakak tersebut dari awal sudah banyak membantu. Dan sebenarnya, kami telah membagi-bagi tugas demi memaksimalkan kerja kami. -sungguh, saya di kelilingi orang baik-


Saat pikiran melayang memikirkn kira-kira apa yang akan terjadi sore nanti, akan menjadi seperti apa kegiatannya, pikiran-pikiran buruk kembali menyerang. Kali ini caraku menghilangkannya dengan meminta doa dari SIGiers demi kelancaran kegiatan nanti.

Berbicara tentang doa, saat kuliah dulu, seseorang menasehati saya dengan berkata, "Jangan meremehkan doa, kebanyakan orang saat ini seperti mengesampingkan doa. Kalau ingin dibantu maunya dengan "tindakan" nyata, sedang doa hanya menjadi bahaan candaan mereka" -misalnya, "Tolong bantu saya" "Ok, nanti saya bantu doa yah" "ahh.. hanya doa"- Kita lupa bahwa doa adalah senjata utama kita. Bantuan doa itu yang utama dan melebihi bantuan apapun, sebab kekuatan doa menembus segalanya.

Respon-respon baik mereka (SIGiers) melalui dukungan dan semangat, bisa membantu menenangkan hati saya yang sedari pagi sudah dilanda kecemasan. Tapi, langit berbicara lain, Kurang dari satu jam sebelum kegiatan dimulai, titik-titik hujan terjun bebas dari langit. Begitu derasnya.  Padahal siang harinya langit terang benderang, panasnya menyengat. Cuaca memang susah ditebak -seperti hatinya, ehh. hahah-

-Kalau hujan adalah keberkahan, haruskah saya memintanya berhenti?-

Saat segala upaya telah dikerahkan serta doa-doa baik dipanjatkan untuk persiapan kegiatan ini. Selebihnya, biar Dia yang menunjukkan kuasaNya.

Saya membuka grup line SIGi Palu, mengirim sebuah pesan;
"Hujan deras kaks, hati-hati di jalan"

-bersambung-

Tulisan ini diikutkan dalam tantangan kelas menulis SIGi Makassar, #SIGiMenulisRamadhan. Baca tulisan tema lainny di sini:
nuralmarwah.com
bukanamnesia.blogspot.com
nurrahmahs.wordpress.com
rahmaniarahman.blogspot.com
kyuuisme.wordpress.com
rancaaspar.wordpress.com
burningandloveable.blogspot.com
inditriyani.wordpress.com
begooottt.wordpress.com
uuswatunhasanah.tumblr.com
ayutawil.blogspot.co.id 

14 Juni 2016 -Ina Novita-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar